Perkembangan dan Problematika Kurikulum dari Masa ke Masa

Minggu, 25 Mei 2025 12:31 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Telaah Kurikulum
Iklan

Kurikulum di Indonesia terus berganti dari masa ke masa, yang dimulai dengan kurikulum 1947 dan masih terus berkembang hingga saat ini.

***
Pendidikan merupakan salah satu komponen penting yang dapat menentukan kualitas suatu bangsa. Di Indonesia sendiri, pendidikan mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak penetapan sistem politik etis. Adapun pendidikan di masa politik etis masih sangat ketat dan hanya bisa dikenyam oleh masyarakat Indonesia dari kalangan tertentu.
 
Oleh karena itu, problematika yang dihadapi dalam pendidikan Indonesia selama masa politik etis itu adalah ketatnya aturan pendidikan dan masih sulitnya akses bagi kalangan umum. Selain itu, problematika pendidikan lainnya pada masa politik etis ini tentu berkaitan dengan kurangnya pengenalan nilai-nilai keindonesiaan.
 
Pendidikan di Indonesia tidak berkembang begitu banyak sejak sistem politik etis. Namun pada akhirnya, pendidikan Indonesia pun berkembang dan melahirkan kurikulum pertama yang dikenal dengan Rentjana Pelajaran 1947. Kurikulum tahun 1947 menekankan pendidikan pada pembentukan karakter, serta kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
 
Problematika yang dihadapi dalam penerapan kurikulum 1947 adalah terbatasnya sarana-prasarana, terbatasnya jumlah pendidik yang berkualitas, dan kesulitan akses pendidikan pada beberapa wilayah. Hal ini menyebabkan adanya ketidakmerataan pendidikan di berbagai wilayah di Indonesia.
 
Selanjutnya, kurikulum di Indonesia mengalami perubahan pada tahun 1952 sebagai tindak lanjut dari kurikulum 1947. Kurikulum ini disebut dengan Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Menurut Prijono, kurikulum 1952 ialah upaya penanaman jiwa kebangsaan dan rasa cinta tanah air melalui materi pembelajaran yang lebih realistis dan sesuai kebutuhan bangsa Indonesia. Problematika kurikulum 1952 pun tidak jauh berbeda dengan kurikulum 1947, yaitu kurangnya jumlah pendidik terlatih, terbatasnya sarana dan prasarana, serta masalah logistik dan infrastruktur yang menghambat pemerataan pendidikan.
 
Kurikulum 1952 akhirnya digantikan oleh kurikulum 1964 yang diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Kurikulum ini mulai berfokus pada pembekalan akademik pada tingkat satuan dasar dengan program Pancawardhana. Pancawardhana berfokus pada daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Problematika yang terjadi adalah belum adanya pembelajaran pada tingkat lanjutan dan kurikulum ini terkesan didominasi oleh kepentingan-kepentingan golongan.
 
Selanjutnya adalah kurikulum 1968 yang juga masih diwarnai kepentingan rezim politik. Kurikulum ini berfokus pada pembentukan karakter Pancasila, pemberian pengetahuan dasar, dan pembekalan kecakapan khusus. Pemberian pengetahuan dasar berfokus pada materi teoritis, sehingga kurikulum ini dihadapkan dengan problematika kesulitan siswa dalam mengaitkan teori dengan permasalahan faktual.
 
Lalu, kurikulum 1968 berganti dengan kurikulum 1975 yang melahirkan MBO (Management by Objective) dan Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional. Kurikulum 1975 juga mengadakan Tugas Instruksional Umum dan Tugas Instruksional Khusus. Problematika yang hadir pada kurikulum ini adalah banyaknya kritik yang masuk dikarenakan guru menjadi disibukkan dengan banyak rincian.
 
Kurikulum 1975 akhirnya digantikan dengan kurikulum 1984 yang dikenal dengan Kurikulum 1975 yang Disempurnakan. Siswa menjadi subjek dalam pembelajaran, siswa dituntut dapat mengamati, mengelompokkan, mendiskusikan, dan melaporkan. Kurikulum ini memperkenalkan adanya cara belajar siswa aktif yang sayangnya banyak mengalami deviasi dan reduksi. Banyak sekolah yang akhirnya kurang mumpuni dalam menerapkan cara belajar siswa aktif dan menghasilkan kegaduhan di kelas.
 
Kurikulum terus berganti dan sampai pada kurikulum 1994 yang berisi pemaduan antara kurikulum 1975 dan kurikulum 1984. Materi pembelajaran pada kurikulum 1994 ini juga memberikan muatan lokal yang disesuaikan dengan kebutuhan setiap daerah. Namun, pada prosesnya, banyak kepentingan-kepentingan kelompok yang dipaksa untuk dimasukkan dalam kurikulum ini. Sehingga, kurikulum 1994 menjadi terbebani oleh muatan pembelajaran yang terlalu berat dan padat.
 
Selanjutnya adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dicanangkan pada 2004 yang menekankan pada pencapaian individual dan klasikal. Kurikulum ini menggunakan banyak media dalam proses belajar sebagai sumber pembelajaran. Pada kurikulum ini, setiap hasil belajar memiliki indikator penilaian tertentu. Oleh sebab itu, problematika yang dihadapi pada kurikulum ini adalah kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana, serta media pembelajaran.
 
Kurikulum 2004 tidak berlangsung lama, kurikulum tersebut digantikan oleh Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Pada kurikulum ini terdapat standar kompetensi dan kompetensi dasar. Selain itu, para pendidik dituntut dapat membuat silabus dan sistem penilaian yang disesuaikan dengan daerah masing-masing. Problematika yang dihadapi adalah tingkat keberhasilan yang cenderung masih rendah karena perbedaan persepsi setiap sekolah atas penerapan KTSP. Para pendidik juga mengalami kesulitan dalam proses pembuatan silabus, terlebih dengan adanya beban tambahan dalam pelaksanaan UN.
 
KTSP akhirnya digantikan dengan kurikulum 2013 yang difokuskan pada pencapaian kompetensi-kompetensi tertentu yang harus dimiliki oleh siswa. Kurikulum 2013 hendak menciptakan siswa yang produktif, inovatif, kreatif, dan afektif. Semua hal tersebut dicapai melalui pengamatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Problematika yang dihadapi adalah kesulitan penyusunan RPP, kurangnya keahlian guru dalam merangsang logika berpikir siswa, dan kurangnya waktu dalam proses pembelajaran, sehingga capaian belajar menjadi kurang maksimal.
 
Sedangkan, kurikulum yang belum lama ini diterapkan dalam pendidikan di Indonesia adalah Kurikulum Merdeka tahun 2022. Kurikulum ini berfokus pada kemandirian belajar melalui pendekatan minat dan bakat. Problematika yang sering muncul pada kurikulum ini adalah ketidakefektifan pengidentifikasian hasil belajar yang spesifik. Fleksibilitas dan kebebasan siswa dalam belajar juga menyebabkan sulitnya memastikan standar pencapaian keterampilan yang diharapkan.
 
Hal-hal yang telah dipaparkan di atas adalah perkembangan kurikulum dari masa ke masa beserta problematika yang dihadapi. Tentu saja, kurikulum-kurikulum tersebut dirancang tidak lain dan tidak bukan, guna menciptakan sistem pendidikan yang baik bagi anak bangsa. Setiap kurikulum tentu tidak terlepas dari pro-kontra, baik-buruk, dan tepat maupun kurang tepatnya dalam proses pembelajaran.
 
Oleh karena itu, diperlukan peninjauan dan perbaikan berkelanjutan, agar tujuan akhir pembelajaran dapat tercapai dengan lebih maksimal. Dengan begitu, kualitas generasi bangsa Indonesia diharapkan akan terus membaik di setiap masanya.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Humairoh Azzahra

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler

Artikel Terbaru

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Pendidikan

Lihat semua